HUKUM AIR LIUR MANUSIA DAN HEWAN TERNAK (THAHAARAH PART VI)


Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh, pada artikel kali ini saya akan membahas kelanjutan dari topik kita kemarin yaitu tentang  Thahaarah , Air yang dapat kitagunakan untuk bersuci , Status Air jika tercampuri oleh najis, Status air jikatelah bercampur dengan sesuatu yang bersih atau suci dan hukum air yang telahdigunakan untuk bersuci. Selanjutnya kita akan membahas bagai mana hukum air liur manusia dan hewan ternak, apakah air liurnya tersebut suci ataupun najis...?

Baiklah langsung saja kita bahas bagaimana hukum air liur manusia dan hewan ternak. Air liur yang dimaksud adalah air liur yang tersisa (menempel/melekat) pada bejana setelah digunakan untuk minum. Manusia pada hakekatnya adalah suci dan air liurnya pun suci. Entah dia berstatus muslim maupun kafir. Begitu pula seorang yang berada dalam keadaan junub dan haidth.
Dalil yang menunjukan bahwa air liur manusia itu adalah suci adalah pada Hadits Riwayat Muslim No.371 dan Hadits Riwayar Muslim No.300
Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Sesungguhnya seorang mukmin itu tidaklah najis” (HR.Muslim No.371)
Dan dari Aisyah RA, bahwasanya ia pernah minum dari sebuah bejana sedang dia dalam keadaan haidth. Kemudian Rasulullah SAW mengambilnya dan meletakkan di bibir beliau pada bekas Aisyah meletakkan bibirnya.(HR. Muslim No.300)
Para ulama telah bersepakat bahwa air liur hewan yang dapat dimakan dagingnya dari binatang ternak dan selainnya adalah suci. Adapun hewan yang tidak dapat dimakan dagingnya seperti hewan buas, keledai, dan sebagainya, maka yang benar adalah bahwa air liurnya adalah suci dan tidak berpengaruh pada kesucian air. Terlebih lagi jika airnya banyak.
Namun apabila airnya berjumlah sedikit dan berubah sifatnya disebabkan bekas minum binatang-binatang tadi, maka berubah statusnya menjadi najis.
Dalilnya adalah hadits yang telah disebutkan sebelumnya, yakni ketika Rasulullah SAW ditanya tentang air dan apa-apa yang sering berlalu lalang (untuk minum) dari hewan melata dan hewan buas, maka beliau SAW bersabda yang artinya “Jika air telah mencapai ukuran dua qullah, maka tidaklah mengandung najis (HR. Ahmad II/27)
Beliau juga pernah berkomentar mengenai seekor kucing yang minum dari sebuah bejana yang artinya “sesungguhnya ia (kucing) tidaklah najis. Ia termasuk binatang yang sering mengitari dan berkeliling dilingkungan sekitar kalian” (HR. Ahmad V/296)
Hal ini dikarenakan sulitnya terhindar dari kondisi seperti itu pada mayoritas kasus yang ada. Maka apabila air liur kucing dihukumi dengan hukum najis dan mengharuskan untuk mencuci kembali beberapa perabot yang terkena liurnya maka akan menimbulkan kesulitan. Sedangkan hal yang semacam ini dihilangkan dari umat islam.
Adapun yang berkaitan dengan air liur anjing dan babi, maka hukumnya najis. Dalil akan najisnya air liur anjing adalah sebuah hadis dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Sucinya bejana salah seorang diantara kalian dimana anjing telah minum darinya adalah dengan mencucinya tujuh bilasan, salah satunya dengan tanah. (HR.Al-Bukhori No.172 dan Muslim No.297)
Sedangkan najisnya air liur babi adalah dikarenakan dzatnya yang  najis, kotor dan menjijikkan. Allah SWT berfirman yang artinya “Karena sesungguhnya semua itu kotor.”(QS. Al-An’aam:145)
Semoga artikel ini bisa memberikan manfaat dan bisa menjadi pedoman kita untuk beribadah kepada Allah SWT, Amin Ya Robbal Alamin,

Pada artikel selanjutnya saya akan membahas tentang HUKUM MENGGUNAKAN BEJANA BERBAHAN DASAR EMAS, PERAK DAN SELAINNYA UNTUK BERSUCI, Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh